Blogger Templates

Sabtu, 04 Januari 2014

Dia, selalu disini


"Yasudah. Sampai ketemu besok pagi ya." Ucapnya lembut. Walaupun hanya mendengar suaranya diujung telpon, sudah begitu melegakanku. "Oke." Jawabku sambil tersenyum. Bodoh. Mana bisa dia melihat senyumku?
Aku duduk didepan meja rias yang terletak tepat disamping tempat tidurku. Menatap diriku. Ah kenapa ada rona merah diwajahku? Aku tersipu? Iya. Walau hanya ajakan sederhana untuk bersepeda di minggu pagi, itu terdengar sangat menyenangkan. Menurutku.
***
Jam menunjukkan pukul 05.30 WIB. Tapi belum ada pesan masuk darinya. Semalam dia berjanji untuk menjemputku, lalu kita akan bersepeda bersama. Pasti dia kesiangan, pikirku. Aku mengirim pesan kepadanya.
Kamu dimana?
Semenit kemudian dia membalasnya.
Di rumah.
Aku ternganga melihat balasannya. Aku menggerutu kesal sambil membalas pesannya.

Hah? Di rumah? Kita kan janji jam 6 berangkat. Kalau jam segini kamu masih di rumah ntar kesiangan dong. Ketemu di tempat biasa aja.
Sepersekian detik kemudian hp ku berbunyi.
"Hallo?" Aku mengangkat telpon dengan kesal.
"Kamu tunggu di rumah. Jangan berangkat. 15menit lagi aku sampai." Ucapnya terdengar buru-buru. Lalu telpon terputus.
Uuuuh. Aku menggerutu kesal. Selalu telat, selalu keras kepala. Bagaimana mungkin, rumahku dan rumahnya yang berjarak sekian km bisa ditempuh dalam 15menit dengan bersepeda? Jika aku tetap ngotot berangkat duluan, kasihan dia pasti sudah mengayuh sepedanya sekencang mungkin. Dan ketika mendapati aku sudah berangkat duluan, pasti dia akan marah. Jadi, aku putuskan saja untuk menunggunya.
***
            “Maaf ya tadi udah terlambat.” Ujarnya memelas. Aku tak bergeming. Tetap menatap lurus tajam ke depan sambil terus mengayuh sepedaku. “Kok diem sih. Marah ya?” ujarnya dengan nada lebih memelas. “Enggak kok.” Jawabku singkat. “Maafin ya. Nanti mau beli apa deh aku turutin.” Bujuknya. “Gak mau apa-apa.” Jawabku jutek.
Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Tak ada yang mau membuka percakapan, sampai kami tiba di jalan Bubutan. Disana banyak laki – laki sedang bermain bola. Mulai dari bapak – bapak sampai anak – anak. Aku sempat ragu untuk melewati kerumunan orang tersebut. Aku menoleh ke arah laki-laki disampingku ini. Dia tetap menatap tajam dan lurus kedepan. Aku berusaha tidak memedulikannya dan meneruskan saja laju sepedaku.
            “Hai Neng. Mau kemana nih?” ujar seorang laki – laki paruh baya. Dia mendekat ke arah sepedaku. Tak pelak, aku gugup. Tapi semua berubah ketika tiba – tiba dia, lelaki yang menjemputku tadi, berada disampingku dan menatap tajam ke arah laki – laki paruh baya itu, dan membuatnya mundur selangkah. Aku bernafas lega. Untung ada dia, pikirku.
            “Kalau tau ceritanya begini, masih mau berangkat sendirian?” tanyanya. Tatapannya tetap lurus kedepan. Dingin. “Iya aku minta maaf.” ujarku pelan. “Makasih ya udah disini.” Ucapku sambil menoleh kearahnya. Aku tersenyum, dan menunggunya membalas senyumku. “Aku gak bisa janji buat jagain kamu terus. Tapi aku janji. Akan selalu disini, disampingmu.” Ujarnya mantap sambil melempar senyum kearahku. Tuhan, kumohon selamanya seindah ini, doaku dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar